Orang-orang yang 'suka membid'ahkan' biasanya
suka memakai hadits riwayat Muslim, Nasa'i dan Ibn Majah, bahwa "Setiap
perkara yang baru adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah dalalah (sesat) dan
setiap yang sesat adalah Neraka". Riwayat dari Nasa'i berderajat hasan,
dari Ibn Majah berderajat dha'if, dan dari Muslim berderajat Sahih. Ibn
Taymiyyah dalam Majmu'a Fatawa (19:191) mengatakan bahwa klausa 'setiap yang
sesat adalah di Neraka' tidak sahih dari Nabi SAW, yang dikonfirmasi oleh
Shaykh Abdul Fattah Abu Ghudda (salah seorang ahli hadits mutaakhir).
[Ana katakan] Semoga Allah memudahkan ana dan
antum semua memahami nash ini dan melapangkan hati menerima Al-Haqq. Perlu
ditekankan nash perkataan – Wa Kullu Bid’atin Dhalaalatun – diriwayatkan secara
Masyhur (diriwayatkan oleh lebih dari dua orang perawi dari kalangan shahabat
radhiyallahu ‘anhum). sedangkan tambahannya – wa Kullu Dhalaalatin
Fin-Naar - diriwayatkan dari beberapa jalan yang berporos kepada
perawi Ja'far, dari ayahnya, dari Jabir radhiyallahu 'anhu, Insya Allah ana
akan tuliskan tanggapannya di bawah guna menjelaskan kekeliruan antum (penulis)
tentang pernyataan "tidak shahih-nya" lafazh tambahannya – wa Kullu
Dhalaalatin Fin-Naar.
CATATAN
Namun sebelum itu ana hendak bertanya mengenai tulisan
antum :
Ibn Taymiyyah dalam Majmu'a Fatawa (19:191)
mengatakan bahwa klausa 'setiap yang sesat adalah di Neraka' tidak sahih dari
Nabi SAW, yang dikonfirmasi oleh Shaykh Abdul Fattah Abu Ghudda (salah seorang
ahli hadits mutaakhir).
[Ana katakan] Ana telah membuka kitab yang
dimaksud dan, Al-Hamdu Lillah, memang ada beliau menukil hadits tersebut, namun
tidak ada SAMA SEKALI takhrij beliau rahimahullah menyatakan tambahan “setiap
yang sesat adalah di Neraka adalah tidak shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam”, ana mau minta penjelasan dan klarifikasi dari antum,
bagaimana rincian takhrij beliau tentang lafazh tambahan ini? Sebagai
informasi, bahkan (diinformasikan kepada kami) di juz lain beliau menukil dan
berhujjah dengan tambahan ini, silahkan lihat (31/36-37) dan (11/471-472) atau
mungkin antum belum pernah membaca langsung kitab ini?
Adapun kemudian, dalam tulisan-tulisan di bawah
ini, insya Allah akan ana lampirkan secara utuh dengan sanadnya jalan-jalan
yang melampirkan tambahan – wa Kullu Dhalaalatin Fin-Naar setelah ana
melampirkan lafazh Muslim dan jalan-jalan yang sampai kepada beliau
rahimahullah.
---------------------------------------------------
SANAD-SANAD IMAM MUSLIM
Riwayat-12
Pada sanad Pertama :
Muslim berkata – dan telah menceritakan
kepadaku Muhammad ibnul-Mutsanna, menceritakan kepada kami ‘Abdul-wahhab ibnu
‘Abdil-Majid, dari Ja’far ibnu Muhammad, dari Ayahnya, dari Jabir ibnu
‘Abdillah, katanya,
Pernah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam ketika berkhuthbah memerah kedua mata beliau dan meninggikan suaranya,
dan beliau amat keras kemarahannya, seakan beliau (seorang panglima) yang
berkata memperingatkan pasukan - “(Awas musuh menyerang) di pagi kalian
dan di sore kalian!”. Dan beliau bersabda, “Telah dibangkitkan aku dan hari
kehancuran (As-Saa’ah) seperti dua ini.” Dan beliau mendekatkan antara dua
jarinya, telunjuk dan tengah dan beliau bersabda, “Amma ba’du (adapun setelah
itu), maka sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik
petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Dan seburuk-buruk perkara adalah
perkara-perkara barunya, dan setiap perkara baru adalah Bid’ah, setiap bid’ah
adalah Dhalaalah (kesesatan).” Kemudian beliau bersabda, Aku lebih berhak
(dicintai) bagi setiap mu’min dari dirinya sendiri. Barangsiapa yang
meninggalkan harta maka itu bagi keluarganya, barangsiapa yang meninggalkan
hutang atau meninggalkan keturunan (anak yatim) maka perkara itu menjadi
tanggunganku.”
-----------
Pada sanad Kedua :
(Muslim berkata – ) dan telah menceritakan
kepada kami ‘Abdu ibnu Humaid, menceritakan kepada kami Khalid ibnu Mukhlad,
menceritakan kepadaku Sulaiman ibnu Bilal, menceritakan kepadaku Ja’far ibnu
Muhammad, dari Ayahnya, katanya, Aku telah mendengar Jabir ibnu ‘Abdillah
berkata,
“Pernah ada khuthbah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam di hari Jum’at, beliau mengucap hamdalah kepada Allah dan
menyanjung atas-Nya kemudian bersabda sesudah itu dan sungguh beliau
meninggikan suaranya.”
Kemudian perawi mengiring hadits semisal.
-----------
Pada sanad Ketiga :
(Muslim berkata – ) dan telah menceritakan
kepada kami Abu Bakr ibnu Abi Syaibah, menceritakan kepada kami Waki’, dari
Sufyan, dari Ja’far, dari Ayahnya, dari Jabir, katanya,
Pernah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkhuthbah kepada manusia , beliau mengucap hamdalah kepada Allah, dan
menyanjung atas-Nya dan dengan apa yang Dia memang pemiliknya, kemudian beliau
bersabda, “Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada satupun
yang sanggup menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan (oleh-Nya) maka
tidak ada satupun yang sanggup memberi petunjuk padanya. Dan sebaik-baik ucapan
adalah Kitabullah,”
Kemudian perawi mengiringi hadits
Ats-Tsaqafiy (yakni ‘Abdul-wahhab ibnu ‘Abdil-majid, perawi pada
sanad pertama – peny.).
HR. Muslim, Shahih no.867 (dengan tiga jalur
sanad yang porosnya di perawi Ja’far ibnu Muhammad, dari ayahnya, dari Jabir
ibnu ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma)
==================================================================
SANAD-SANAD BAGI HADITS DGN TAMBAHAN - WA
KULLU DHALAALATIN FIN-NAAR
==================================================================
[Ana katakan] Pada hadits imam Muslim memang
tidak ada lafazh tambahan – Wa Kullu Dhalaalatin Fin-Naar (Dan
setiap kesesatan berada di neraka) – tapi pada jalur lain ada.
Seperti pada sanad An-Nasa’iy sbb :
Riwayat-13
An-Nasa’iy berkata – mengabarkan kepada kami
‘Utbah ibnu ‘Abdillah, katanya, memberitakan kepada kami Ibnul-Mubarak, dari
Sufyan, dari Ja’far ibnu Muhammad, dari Ayahnya, dari Jabir ibnu ‘Abdillah,
katanya,
Pernah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata dalam Khuthbahnya, di mana beliau mengucapkan Hamdalah kepada
Allah, dan menyanjung atas-Nya dengan apa yang Dia memang pemiliknya. Kemudian
beliau bersabda, “Barangsiapa yang diberikan petunjuk oleh Allah, maka tidak
ada satupun yang sanggup menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan
oleh-Nya maka tidak ada satu pun yang sanggup memberinya petunjuk. Sesungguhnya
sebenar-benar ucapan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara barunya dan
setiap perkara yang baru adalah bid’ah, setiap yang bid’ah adalah kesesatan,
DAN SETIAP KESESATAN BERADA DI NERAKA.”
Kemudian beliau bersabda, “Dibangkitkan
aku dan kehancuran (As-Saa’ah) seperti dua ini.” Dan ketika beliau menyebutkan
As-Saa’ah memerah kedua pipi atas beliau, dan meninggi suara beliau dan beliau
amat keras kemarahannya seakan beliau memperingatkan pasukan - “(Awas musuh
menyerang) di pagi kalian dan di sore kalian!”.
Kemudian beliau bersabda, “Barangsiapa
yang meninggalkan harta maka harta itu bagi keluarganya, dan barangsiapa yang
meninggalkan hutang atau meninggalkan keturunan (anak yatim) maka perkara itu
menjadi tanggunganku. Dan aku lebih utama dibanding orang-orang yang beriman.”
R. An-Nasa’iy, Sunan (Al-Mujtaba) no.1578
(3/188-189), juga dalam kitab besar beliau As-Sunan Al-Kubra no.1786 (1/550),
5892 (3/449).
---------------------
[Ana katakan] Sedangkan pada sanad Al-Baihaqiy
sbb :
Riwayat-14
Al-Baihaqiy berkata – mengabarkan kepada kami
‘Ali ibnu Ahmad ibnu ‘Abdan, mengabarkan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad
Ath-Thabraniy, menceritakan kepada kami Ja’far ibnu Muhammad Al-Firyabiy,
menceritakan kepada kami Hibban ibnu Musa, menceritakan kepada kami
Ibnul-Mubarak, dari Sufyan, dari Ja’far ibnu Muhammad, dari Ayahnya, dari Jabir
ibnu ‘Abdillah, katanya,
Pernah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam di khuthbah beliau mengucapkan Hamdalah kepada Allah dan memuji atas-Nya
dengan apa yang Dia memang pemiliknya. Kemudian bersabda, “Barangsiapa yang
diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada satu pun yang sanggup menyesatkannya,
dan barangsiapa yang disesatkan oleh-Nya maka tidak ada satu pun yang sanggup
memberinya petunjuk. Sebenar-benar ucapan adalah Kitabullah dan sebaik-baik
petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Dan seburuk-buruk perkara adalah
perkara-perkara barunya. Dan setiap perkara baru adalah bid’ah, setiap bid’ah
adalah kesesatan DAN SETIAP KESESATAN BERADA DI NERAKA.”
HR. Al-Baihaqi, Al-I’tiqad Wal-Hidayah Ilaa
Sabiilir-Rasyaad ‘Ala Madzhabis-Salaf Wa Ashhaabil-Hadits hal.229
-------------------
[Ana katakan] Kemudian Ibnu Khuzaimah menurunkan
dua sanad, sanad yang kedua serupa dengan An-Nasa’iy sbb :
Riwayat-15
Ibnu Khuzaimah berkata – mengabarkan kepada
kami Abu Thahir, menceritakan kepada kami Abu Bakr, menceritakan kepada kami
Al-Husain ibnu ‘Isa Al-Bisthamiy, menceritakan kepada kami Anas, yakni Ibnu
‘Iyadh, dari Ja’far ibnu Muhammad.
[Ibnu Khuzaimah berkata -] dan menceritakan
kepada kami ‘Utbah ibnu ‘Abdillah, mengabarkan kepada kami ‘Abdullah
ibnul-Mubarak, mengabarkan kepada kami Sufyan, dari Ja’far, dari Ayahnya, dari
Jabir ibnu ‘Abdillah, katanya,
Pernah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda dalam khuthbahnya, beliau mengucapkan Hamdalah kepada Allah dan
memuji atas-Nya dengan apa yang Dia memang pemiliknya. Kemudian beliau
bersabda, “Barangsiapa yang diberikan petunjuk oleh Allah, maka tidak ada
satupun yang sanggup menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan oleh-Nya
maka tidak ada satu pun yang sanggup memberinya petunjuk. Sesungguhnya
sebenar-benar ucapan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara barunya dan
setiap perkara yang baru adalah bid’ah, setiap yang bid’ah adalah kesesatan,
DAN SETIAP KESESATAN BERADA DI NERAKA.”
Kemudian beliau bersabda, “Dibangkitkan
aku dan kehancuran (As-Saa’ah) seperti dua ini.” Dan ketika beliau menyebutkan
As-Saa’ah memerah kedua pipi atas beliau, dan meninggi suara beliau dan beliau
amat keras kemarahannya seakan beliau memperingatkan pasukan - “(Awas musuh
menyerang) di pagi kalian dan di sore kalian!”.
Kemudian beliau bersabda, “Barangsiapa
yang meninggalkan harta maka harta itu bagi keluarganya, dan barangsiapa yang
meninggalkan hutang atau meninggalkan keturunan (anak yatim) maka perkara itu
menjadi tanggunganku (atau) atas tanggunganku. Dan aku lebih utama dibanding
orang-orang yang beriman.”
HR. Ibnu Khuzaimah [223-311H], Shahih no.1785
(3/143), cet. Al-Maktabul-Islamiy, Beirut 1970/1390H, Tahqiq DR.Muhammad
Mushthafa Al-A’zhamiy.
==========================
DIAGRAM SANAD IMAM MUSLIM
==========================
Diagram sanad Pertama :
6. Muslim dengan tiga sanad, sanad yang pertama
sbb :
5. Muhammad ibnul-Mutsanna
4. ‘Abdul-Wahhab ibnu Al-Majid Ats-Tsaqafiy
3. Ja’far ibnu Muhammad ibnu ‘Ali ibnul-Husain
ibnu ‘Ali ibnu Abi Thalib radhiyallahu ‘anhum
2. Ayahnya (Muhammad ibnu ‘Ali)
1. Jabir ibnu ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma
Sanad yang kedua sbb :
7. Muslim
6. ‘Abd ibnu Humaid
5. Khalid ibnu Mukhlad
4. Sulaiman ibnu Bilal
3. Ja’far
2. Ayahnya
1. Jabir ibnu ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma
Sanad yang ketiga sbb :
7. Muslim
6. Abu Bakr ibnu Abi Syaibah
5. Waki’
4. Sufyan Ats-Tsauriy
3. Ja’far
2. Ayahnya
1. Jabir ibnu ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma
=================================================================
DIAGRAM SANAD DENGAN TAMBAHAN LAFAZH –
KULLU DHALAALATIN FIN-NAAR
=================================================================
[Ana katakan] Kemudian An-Nasa’iy (Riwayat-13)
memiliki rangkaian sanad mirip dengan sanad Muslim yang ketiga berporos pada
Sufyan sbb :
7. An-Nasa’iy
6. ‘Utbah ibnu ‘Abdillah ibnu ‘Utbah
Al-Yahmidiy Al-Marwaziy
5. ‘Abdullah ibnul-Mubarak
4. Sufyan ibnu Sa’id ibnu Masruq Ats-Tsauriy
3. Ja’far
2. Ayahnya
1. Jabir ibnu ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma
[Ana katakan] Semua perawi Bukhari dan Muslim,
kecuali Ayahnya Ja’far, dia hanya perawi Muslim sedangkan perawi ‘Utbah
Al-Marwaziy dia adalah Syaikh dari An-Nasa’iy rahihumullah.
Al-Hamdu Lillah, ternyata Syaikh An-Nasa’iy
(‘Utbah) memiliki saksi-saksi yang tsiqah salah satunya yakni Hibban
ibnu Musa (tertulis dalam kitab Hayyan, ini keliru) , seorang perawi
Bukhari dan Muslim dalam sanad Al-Baihaqi juga berporos pada ‘Abdullah
ibnul-Mubarak (Lihat Riwayat-14) sbb :
10. Al-Baihaqiy
9. ‘Ali ibnu Ahmad ibnu ‘Abdan
8. Sulaiman ibnu Ahmad Ath-Thabraniy (penulis
kitab-kitab Al-Mu’jam, seorang Imam Al-Hafizh)
7. Ja’far ibnu Muhammad Al-Firyabiy [w298H]
beliau se zaman dengan An-Nasa’iy [215-303H]
6. Hibban ibnu Musa [perawi
Bukhari-Muslim]
5. ‘Abdullah ibnul-Mubarak [perawi
Bukhari-Muslim]
4. Sufyan Ats-Tsauriy [perawi
Bukhari-Muslim]
3. Ja’far [perawi Bukhari-Muslim]
2. Ayahnya [perawi Muslim]
1. Jabir ibnu ‘Abdillah radhiyallahu
‘anhuma [perawi Bukhari-Muslim]
[Ana katakan] Apabila ingin tambah, maka
perhatikan jalan lain yang dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah rahimahullah
(lihat Riwayat-15), dengan dua sanadnya :
Sanad pertama :
8. Ibnu Khuzaimah
7. Abu Thahir (Muhammad)
6. Abu Bakr (Muhammad ibnu Ishaq)
5. Al-Husain ibnu ‘Isa Al-Bisthamiy
4. Anas ibnu ‘Iyadh
3. Ja’far ibnu Muhammad
2. Muhammad ibnu ‘Ali
1. Jabir ibnu ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma
Sanad kedua :
7. Ibnu Khuzaimah
6. 'Utbah ibnu 'Abdillah
5. 'Abdullah ibnul-Mubarak
4. Sufyan
3. Ja'far
2. Ayahnya
1. Jabir ibnu 'Abdillah radhiyallahu
'anhuma
[Ana katakan] Dengan demikian cukup sudah
informasi bagi seorang untuk menunjukkan dan mengetahui bahwa hadits ini Tsabit
(kokoh) dan telah shah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana
perkataan Jumhur para ahli hadits dalam masalah derajat hadits ini.
====================================
DIAGRAM SANAD LAINNYA DARI ABU NU’AIM
====================================
[Ana katakan] Atau apabila masih kurang, pernah Ustadz-ustadz
kami menginformasikan atau mengisyaratkan agar melihat sanad-sanad yang
lainnya. Al-Hamdu Lillah kami menemukan jalan lainnya sbb :
Riwayat-16
Abu Nu’aim Al-Ashbahaniy berkata –
menceritakan kepada kami Khalid ibnu Mukhlad, menceritakan kepada kami Sulaiman
ibnu Bilal, menceritakan kepada kami Abul-Hasan ‘Ali ibnu Muhammad ibnu Ahmad
Al-‘Asakiriy ‘Asakir beliau menyenangkan orang yang melihat di Baghdad,
menceritakan kepada kami Al-Firyabiy (yakni Ja’far ibnu Muhammad), menceritakan
kepada kami Abu Bakr ibnu Abi Syaibah dan ‘Utsman, mereka berdua berkata,
menceritakan kepada kami Waki’, dari Sufyan.
(Abu Nu’aim berkata –) dan memberitakan
kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad (Ath-Thabrani), menceritakan kepada kami ‘Ubaid
ibnu Ghannam, menceritakan kepada kami Abu Bakr ibnu Abi Syaibah, menceritakan
kepada kami Waki’, dari Sufyan.
(Abu Nu’aim berkata –) dan menceritakan
kepada kami Abu Muhammad ibnu Hayyan, menceritakan kepada kami Abu Bakr ibnu
Ma’dan, menceritakan kepada kami Salim ibnu Junaadah, menceritakan kepada kami
Waki’, dari Sufyan, dari Ja’far, dari Ayahnya, dari Jabir, katanya,
Pernah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata dalam khuthbahnya, beliau memuji Allah dan menyanjung pada-Nya
dan Dia sebagai pemiliknya, kemudian beliau bersabda, “Barangsiapa yang diberi
petunjuk oleh Allah, maka tiada yang sanggup menyesatkannya, dan siapa yang
disesatkan oleh Allah maka tiada yang sanggup memberinya petunjuk.
Sebenar-benar ucapan (hadits) adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah Muhdatsaat (perkara-perkara
baru), dan setiap yang Muhdats (baru) adalah Dhalaalah (kesesatan), DAN SETIAP
DHALAALAH (kesesatan) BERADA DI NERAKA.”
Kemudian beliau bersabda, “Dibangkitkan
aku dan kehancuran (kiamat) sebagaimana dua ini.” Dan beliau ketika menyebutkan
As-Saa’ah tampak memerah kedua pipi atas beliau dan meninggi suara beliau, dan
beliau amat keras kemarahannya seakan beliau memperingatkan pasukan - “(Awas
musuh menyerang) di pagi kalian dan di sore kalian!”. Kemudian
beliau bersabda, “Barangsiapa yang meninggalkan harta maka harta itu
bagi keluarganya, dan barangsiapa yang meninggalkan hutang atau meninggalkan
keturunan (anak yatim) maka perkara itu menjadi tanggunganku. Dan aku lebih
utama dibanding orang-orang yang beriman.”
(Abu Nu’aim berkata) Telah meriwayatkan Muslim
dari Abu Bakr (ibnu Abi Syaibah), dari Waki’ (Lihat sanad Muslim yang ke-3 –
peny.)
R. Abu Nu’aim, Al-Musnad Al-Mustakharaj ‘Ala
Shahihil-Imaami Muslim no.1953 (1/557).
----------------------------------
[Ana katakan] Abu Nu’aim [w430H] menurunkan tiga
sanad sbb -
Sanad pertama :
11.Abu Nu’aim
10.Khalid ibnu Mukhlad,
9. Sulaiman ibnu Bilal,
8. Abul-Hasan ‘Ali ibnu Muhammad ibnu Ahmad
Al-‘Asakiriy
7. Al-Firyabiy (yakni Ja’far ibnu Muhammad)
6. Abu Bakr ibnu Abi Syaibah
dan ‘Utsman
5. Waki’
4. Sufyan
3. Ja’far ibnu Muhammad
2. Ayahnya
1. Jabir ibnu ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu
Sanad kedua :
9. Abu Nu’aim
8. Sulaiman ibnu Ahmad (Ath-Thabrani)
7. ‘Ubaid ibnu Ghannam
6. Abu Bakr ibnu Abi Syaibah
5.
Waki’
4. Sufyan
3. Ja’far ibnu Muhammad
2. Ayahnya
1. Jabir ibnu ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu
Sanad ketiga :
9. Abu Nu’aim
8. Abu Muhammad ibnu Hayyan
7. Abu Bakr ibnu Ma’dan
6. Salim ibnu Junaadah
5. Waki’
4. Sufyan
3. Ja’far ibnu Muhammad
2. Ayahnya
1. Jabir ibnu ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu
===========
KESIMPULAN
===========
[Ana katakan] Kesimpulannya, tambahan lafazh – Wa
Kullu Dhalaalatin Fin-Naar - telah jelas diriwayatkan dari dua jalan
yang porosnya ada pada Sufyan Ats-Tsauriy dan Anas ibnu 'Iyadh.
1. Melalui Jalur Sufyan terdapat dua jalan :
- Telah meriwayatkan darinya : Waki’ dan
‘Abdullah ibnul-Mubarak.
- Dan telah meriwayatkan dari Waki’ : Ibnu Abi
Syaibah, ‘Utsman, Salim ibnu Junaadah (para perawi Abu Nu’aim) Setingkat dengan
Waki’ adalah ‘Abdullah ibnul-Mubarak, telah meriwayatkan darinya Hibban ibnu
Musa dan ‘Utbah ibnu ‘Abdillah (perawi Al-Baihaqi dan An-Nasa’iy).
2. Sedangkan jalur Anas hanya satu, dari
Al-Husain ibnu 'Isa Al-Bisthamiy.
CATATAN
Perawi Anas ibnu 'Iyadh adalah
perawi Bukhari-Muslim, beliau bernama - Abu Dhamrah Anas ibnu 'Iyadh
Al-Madiniy Al-Laitsiy.
Lihat Rijaalu Shahih Al-Bukhari no.95 (1/88),
oleh Ahmad ibnu Muhammad ibnul-Husain Abu Nashr Al-Bukhari Al-Kalabadziy
[323-398H]; Rijaalu Muslim no.91 (1/67), oleh Ahmad ibnu 'Ali ibnu Manjawaih
Abu Bakr Al-Ashbahaniy [347-428H].
Perawi Al-Husain ibnu 'Isa Al-Qumasiy
Al-Bisthamiy Ath-Thaa'iy Al-Khurasaniy adalah perawi SHADUQ (jujur),
sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Abi Hatim Ar-Raziy dalam Al-Jarh Wat-Ta'dil
no.271 (3/60), beliau menulis :
Al-Husain ibnu 'Isa ibnu Hamran Abu 'Ali
Al-Busthamiy, dia meriwayatkan dari Abu Dhamrah Anas ibnu 'Iyadh, ibnu Abi
Fudaik, Zaid ibnu Al-Hubab dan Abi Usamah. Ayahku telah mendengar (riwayat)
darinya. Aku telah mendengar ayahku berkata itu, dan telah ditanya ayahku
tentang perawi lalu ayahku berkata, SHADUQ.
Tambahan, dia juga perawi
Bukhari-Muslim masing-masing satu sanad/hadits, lihat Rijaalu Shahih Al-Bukhari
no.220 (1/173) dan Rijaalu Muslim no.263 (1/137).
[Ana katakan] Allahu Akbar, maka entah dari jalan
manakah orang sekaliber Syaikh Abu Ghuddah Ash-Shufiy, yang khabarnya beliau
seorang Muhaddits murid dari Al-Kautsari Al-Hanafiy, bisa melemahkan tambahan lafazh
di atas, padahal sanad-sanad ini kuat dan saling menguatkan, bahkan orang yang
lebih ahli dari beliau, yakni Al-Baihaqi [384-458H], berkata :
Dan telah diriwayatkan kepada kami dalam
satu hadits yang telah TSABIT (kokoh) dari Jabir ibnu ‘Abdillah (kemudian
menukil hadits yang telah lalu Riwayat-12).
[Ana katakan] Atau mungkin si penterjemah yang
salah paham terhadap takhrij Asy-Syaikh, atau penyalin yang tidak amanah atau …
(maka lain kali harap dijelaskan alasan antum menolak ke-shahih-an atau pernyataan
derajat Hasan para ‘ulama tentang hadits ini). Sekian.
---------------------
CATATAN -
Al-Akh menulis :
Riwayat dari Nasa'i berderajat hasan, dari
Ibn Majah berderajat dha'if, dan dari Muslim berderajat Sahih
[Ana katakan] Dan ana sudah periksa sanad Ibnu
Majah, Sunan no.45 (1/17), Ibnu Majah meriwayatkan dari dua orang Syaikhnya,
matannya tanpa tambahan Wa Kullu Dhalaalatin Fin-Naar.
1. Suwaid ibnu Sa’id ibnu Sahl [salah
seorang perawi Muslim dan syaikh Muslim, lihat Rijaalu Muslim no.624 (1/290)
oleh Abu Bakr Ahmad ibnu ‘Ali ibnu Manjawaih Al-Ashbahaniy [347-428H] dan
2. Ahmad ibnu Tsabit Al-Jahdariy [dipuji
oleh Ibnu Hibban dalam Ats-Tsiqaat no.12165 (8/42)] sedangkan mereka berdua
meriwayatkan dari ‘Abdul-wahhab Ats-Tsaqafiy [perawi Bukhari-Muslim],
meriwayatkan dari Ja’far [perawi Bukhari dan Muslim], dari ayahnya dari Ja’far.
[Ana heran] Lalu dari mana antum (penulis)
meletakkan derajat ke-dha’if-annya? Antum berdusta atau antum tertipu oleh
pendusta? Hendaklah kita berhati-hati dalam menilai derajat hadits kalau pun
menyalin jelaskan dari siapa dan di kitab mana, kemudian apa alasannya menolak
hadits itu. Dan jangan kita sekali-kali memasuki tempat yang bukan tempat kita
(menentukan derajat hadits) kalau kita bukan ahlinya. Wallahu a’lam.
{ 1 Comment... Skip ke Box Comments }
Wah sy harus belajar banyak nih, mslh ini sy masih perlu baca. Semua hadits sy ambil jika itu sesuai dgn hati nurani saya, ndak harus A atau B. Intinya selama byk mudhorotnya ya saya tinggal :)
Post a Comment