Kita sering bertanya-tanya atau mendapatkan orang yang sedang mencari arti ikhlas. Saya sering mendapati penjelasan dari seseorang mengenai perumpamaan ikhlas. Diterangkan ikhlas itu bagai seseorang yang buang air besar, dia iklhas untuk membuangnya tanpa ada rasa interes yang lain. Contohnya ialah orang tidak akan ingat lagi sudah berapa kali buang air besar dalam 1 bulan terakhir. Namun ada juga yang berpendapat bahwa pemikiran semacam itu adalah batil. Pada kesempatan ini saya akan membahas mengenai ikhlas.
Ikhlas karena Allah artinya apabila seseorang memaksudkan ibadahnya untuk bertaqarrub ( mendekatkan diri ) kepada Allah dan bertawassul ( menjadikan ibadahnya itu untuk mencapai ) kemuliaan-Nya. Apabila seseorang memaksudkan ibadahnya untuk sesuatu yang lain, maka disini ada uraiannya, yang dapat dirinci menurut tiga macam golongan :
1.Seseorang bermaksud untuk taqarrub kepada selain Allah dalam ibadah ini dan untuk mendapatkan sanjungan dari orang lain. Tentu saja hal ini menggugurkan pahala amal dan ini termasuk syirik.
Dalam hadits qudsi Allah berfirman :" Aku adalah sekutu yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barang siapa melakkukan suatu amal yang dia menyekutukan selain Aku di dalamnya bersamaKu, maka Aku meninggalkannya dan dia tetap dalam sekutunya".
2. Ibadahnya dimaksudkan untuk mencapai tujuan duniawi, seperti kursi kepemimpinan, kedudukan dan harta, tanpa memaksudkannya untuk taqarrub kepada Allah, maka amal semacam ini gugur dan tidak dapat mendekatkanya kepada Allah sebagai mana Allah berfirman :
" Barang siapa yang menghendaki kehiduupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepadanya balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka, dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan " ( Hud: 15-16 ).
Perbedaan antara golongan pertama dan kedua, kalau golongan pertama bermaksud agar mendapat sanjungan dari ibadahnya kepada Allah, sedang golongan kedua tidak bermaksud agar dia disanjung sebagai ahli ibadah kepada Allah, dan dia tidak ada kepentingan dengan sanjungan manusia karena perbuatannya
3. Seseorang memaksudkan ibadahnya untuk taqarrub kepada Allah dan sekaligus untuk tujuan duniawi yang bisa diperolehnya. Seperti dia bermaksud membersihkan badan di samping berniat beribadah kepada Allah tatkala melakukan thaharah , mendirikan shalat sambil melatih badan dan pergerakkannya, puasa sambil menyusutkan berat badan dan menghilangkan kelebihan lemak, menunaikan ibadah haji sambil melihat masya'ir dan para jama'ah, semua ini dapat mengurangi balasan keikhlasan.
Andaikata yang lebih banyak adalah niat ibadah, maka dia kehilangan balasan kesempurnaan amal.Tetapi hal itu tidak menyeretnya kepada dosa, yang didasarkan pada firman Allah :
"Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia(rizki hasil perniagaan ) dari Rabb-Mu" ( al-Baqarah:198).
Apabila yang lebih banyak adalah niat untuk selain ibadah, maka dia tidak memperoleh balasan di akhirat. Tetapi balasannya hanya dia peroleh di dunia saja. Bahkan dikhawatirkan hal itu akan menyeretnya kepada dosa. Sebab dia menjadikan ibadah yang mestinya merupakan tujuan paling tinggi, sebagai sarana untuk mendapatkan keduniaan yang rendah nilainya, akhirnya ia termasuk orang-orang yang Allah firmankan :
{ dan diantara mereka ada orang yang mencelamu tentang pembagian zakat, jika mereka diberi sebagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebagian daripadanya, dengan serta merta mereka menjadi marah }.Terjemah QS: At-Taubah:58.
Dalam sunan Abu Daud, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu :
sesungguhnya ada seorang laki-laki berkata: Wahai Rasulullah, seseorang ada yang ingin berjihad, dan dia ingin mendapatkan imbalah dari imbalan dunia? Maka Beliau berkata : "Tidak ada pahala baginya" orang itu mengulang hingga tiga kali. Dan beliau berkata," tidak ada pahala baginya". Dan dalam hadits Bukhari dan Muslim,Rasulullah bersabda :"Barangsiapa yang hijrahnya untuk dunia yang bisa diperolehnya atau untuk wanita yang bisa dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa yang dia berpindah kepadanya".
Apabila dua tujuan dalam takaran yang berimbang, niat ibadah tidak lebih banyak daripada niat selain ibadah, maka penilaian yang lebih dekat dengan kebenaran ialah, dia tidak mendapat pahala apa-apa. Perbedaan antara golongan ini dengan golongan sebelumnya, bahwa tujuan selain ibadah pada golongan sebelumnya merupakan itu sasarannya.Kehendaknya merupakankehendak yang berasal dari amalnya, seakan-akan apa yang dituntut dari pekerjaannya hanyalah urusan dunia belaka.
Apabila ada yang bertanya : apakah timbangan untuk mengetahui tujuan orang yang termasuk dalam golongan ini, lebih banyak untuk ibadah atau pun bukan untuk ibadah ? Dapat dijawab : timbangannya ialah apabila dia tidak menuruh perhatian kecuali kepada ibadah, berhasil maupun tidak , maka hal ini telah menunjukkan niatnya lebih besar tertuju untuk ibadah. Dan kebalikannnya merupakan indikasi dari kebalikannya pula.
Bagaimanapun juga, niat adalah perkataan hati, yang urusannya amat besar dan penting. Seseorang bisa naik ke derajat shiddiqin dan bisa melorot ke tingkatan orang-orang yang paling bawah karena perkataan hati itu. Sebagian orang salaf berkata : diriku tidak pernah berperang melawan sesuatu seperti perangnya menghadapi keikhlasan ." kita memohon keikhlasan dalam niat dan kebaikan dalam amal kepada Allah bagi kami dan juga bagi kalian semua.
Fatwa syaikh Muhammad Shalih 'Utsaimin.juz: 1
{ 2 Comment... Skip ke Box Comments }
Ikhlas itu sangat sulit, bahkan lebih sulit dari sabar. tp mnrt saya ikhlas tidak akan pernah bisa jika takut menerima cobaan dari Allah.
bgitulah..
Post a Comment