Pengorbanan Mush'ab Untuk Islam

Gagah dan tampan, itulah Mush’ab bin Umair, sebagai anggota keluarga bangsawan, dia tidak pernah hidup kekurangan. Orang tuanya kaya raya, sehingga tidak mengherankan jika ia selalu dimanja.

Tetapi ketika ia menyatakan masuk islam, semuanya berubah 180 derajat. Orang tuanya menentang dan mengingatkan mush’ab untuk kemabli ke agama nenek moyang meraka. Karena Mush’ab tidak mau merubah keyakinannya, maka keluarganya pun mulai membencinya. Bukan Cuma melakukan tindakan yang meluluhkan hati Mush’ab, mereka juga melakukan penyiksaan fisik yang keji. Namun iman Mush’ab tidak dapat digoyangkan dengan penyiksaan.

Puncakanya, Mush’ab pu diusir oleh keluarganya dan dikucilkan. Sejak itu putuskah hubungan antara Mush’ab dengan keluarganya. Sedihkan dia? Tidak, ternyata Mush’ab berprinsip bahwa daripada hidup mewah disangakar emas tapi batinnya trbelenggu, lebih baik hidup menderita tetapi dalam keimanan.

Sejak itu, serangkaian penderitaan dan kesusahan melilit pemuda yang dahulu hidup mewah itu. Demi keimanan, diikutinya Muhammad Rasulullah, orang yang paling dikagumi dan dikasihinya, dngan hijrah ke Habsy (Ethopia) sampai kemudian hijrah ke madinah. Demi keimanan, pengorbanan apapun ia lakukan.

Pemuda yang dulu bergeming kemewahan itu, kini menjadi miskin, namun toh ia merasa bahagia. Ririwayatkan, begitu susahnya perekonomian saat itu, sampai Mush’ab tak mampu membeli pakaian untuk menutup tubahnya. Yang dimiliki Cuma selembar kain pendek bila kepala yang ditutupi, kakinya kelihatan. Bila kaki ditutupi, kepalanya pun yang kelihatan. “Hai Mush’ab, tutupi saja kakimudengan daun zikir,” kata Nabi ketika ikut terharu melihat sahabatnya itu.

Pengorbanan merupakan sendi tegaknya kejayaan islam. Dan itu dilakukan sepenuh hati oleh Mush’ab dalam membela agamanya. Pemuda itu rela menderita apapun karena karena imannya. Dalam perang uhud, ia tampil sebagai prajurit yang gagah berani. Sayangnya, pengorbanan dalam perang itu merupakan pengorbanan Mush’ab yang terakhir. Pemuda itu gugur sebagai seorang syahid. Ketika dimakamkan. Rasulullah sampai menitikan air matasaat menyaksikan keadaan sahabatnya itu.

Ternyata harta kekayaan dan kedudukan bukanlah segalanya dalam hidup ini. Harta kekayaan dan kedudukan tidak selamanya menjamin kedamaian hati dan kebahagiaan. Bahkan seringkali harta kekayaan dan kedudukan menjadi sumber (penyebab) dari segala kegelisahan.

Alangkah meruginya orang-orang yang menghabiskan usianya uantuk mengejar harta kekayaan dan kedudukan, padahal hanyalah titipan dari “Yang Maha Menitipkan,” yang akan diambila-Nya kembali saat telah berakhir masa penitipan. Harta kekayaan dan kedudukan adalah fana, yang semua itu akan segare sirna seiring berputarnya masa.

Bercerminlah pada kisah hidup Mush’ab bin Umair, ia rela meninggalkan gemilang harta kekayaan dan tingginya kedudukan demi sebuah keimanan. Ia rela meninggalkan kehidupannya yang bergemilang kemewahan dunia. Demi sebuah “Kekayaan sejati” di akhirat nanti.

Jangan sekali-kali ia menjual kehidupan akhirat dengan kehidupan dunia yang murah ini. Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harta yang sedikit. Mereka itu tidak mendapat bagian (pahala) di akhirat. Dan Allah tidak berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan menyucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih” (QS. Al-Imron: 77)

{ 0 Comment... Skip ke Box Comments }

 

NETWORKEDBLOGS

MITRA LINK

WIDGEO

    blog-jasri.blogspot.com-Google pagerank,alexa rank,Competitor

TUKAR LINK

SAHABAT

al-Ilmu Naafi' © 2012 | Template By Jasriman Sukri