Valentine's Day dan Bahaya Budaya Liberal

Liberalisme kini telah menyelinap dalam berbagai sendi kehidupan. Liberalisme yang dilandasi sekularisme ini tidak hanya mewarnai sistem ekonomi, sistem hukum, dan sistem politik, namun juga dapat kita rasakan dalam kehidupan budaya. Makin terasa adanya pergeseran nilai. Salah satu budaya liberal yang mewarnai kehidupan masyarakat kita adalah perayaan ”Hari Kasih Sayang”.

Kehebohan dalam rangka "Hari Kasih Sayang" (Valentine’s Day) begitu terasa selama sepekan ini. Budaya asing itu, kini bukan hanya melanda ABG, tetapi juga melanda orang-orang dewasa. Berbagai perayaan diadakan guna melestarikan budaya penyembah berhala jaman Romawi kuno ini. Kehebohan pun menghiasai halaman-halaman media massa dari media cetak hingga televisi. Mall dan pusat perbelanjaan sampai toko-toko kecil pun turut larut dalam kehebohan itu.

Kehebohan ini dibungkus dengan sebutan yang indah, "Hari Kasih Sayang", yang mendorong semua orang untuk mengungkapkan cinta dan sayangnya kepada orang-orang dekat mereka khususnya pasangan. Namun sejatinya, kehebohan ini sarat dengan kampanye seks bebas dan desakralisasi keperawanan (keperawanan tak lagi dianggap ’suci’).
 

Kehebohan "Hari Kasih Sayang" ini seiring-sejalan dengan pornoaksi. Hal ini bisa dilihat dari laris manisnya penginapan dan tempat-tempat pelesiran selama Valentinan yang dipesan dan didatangi oleh pasangan muda-mudi dan pria-wanita dewasa. Omset penjualan kondom yang melonjak juga menandakan bahwa kehebohan "Hari Kasih Sayang" ini tidak jauh dari aktifitas seks bebas. Selama Valentinan, suasana memang didesain erotis dan dipadu dengan budaya konsumsi coklat yang mengandung Phenylethylamine dan Seratonin. Coklat ini memacu gairah ekstase dan erotis serta berefek meningkatkan kegembiraan dan stamina.

Kampanye Seks Bebas dan Budaya Liberal "Hari Kasih Sayang" yang diperingati setiap bulan Februari hanyalah salah satu sarana sekaligus momentum kampanye seks bebas, khususnya di kalangan generasi muda. Bulan Desember lalu, Hari AIDS se-Dunia juga dijadikan momentum yang sama. Kampanye sekaligus praktik seks bebas sebetulnya sudah lama berlangsung dan dilakukan secara luas. Hal itu bisa dilihat dari beberapa data hasil penelitian. Misalnya, berdasarkan hasil survei Komnas Anak dan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di 12 propinsi pada tahun 2007 terungkap sebanyak 62,7 % anak SMP yang diteliti mengaku sudah tidak perawan. Sebanyak 21,2 % anak SMA yang disurvei mengaku pernah melakukan aborsi. (Media Indonesia, 19/7/08).

Maraknya seks bebas juga bisa dilihat dari data tentang HIV/AIDS. Hal itu karena HIV/AIDS, 75-85%-nya ditularkan melalui hubungan seks, 5-10 persen melalui homoseksual, 5-10 persen akibat alat suntik yang tercemar terutama pengguna narkoba jarum suntik dan 3-5 persen tertular lewat transfusi darah. Padahal Departemen Kesehatan RI memperkirakan, 19 juta orang saat ini berada pada risiko terinfeksi HIV. Menurut data Yayasan AIDS Indonesia (YAI), jumlah penderita HIV/AIDS di seluruh Indonesia per Maret 2009, mencapai 23.632 orang. Dari jumlah itu, sekitar 53 persen terjadi pada kelompok usia 20-29 tahun, disusul dengan kelompok usia 30-39 tahun sekitar 27 persen.

Liberalisasi dalam segala lini merupakan benang merah dari Valentine yang menimbulkan rentetan dampak lainnya pada seorang remaja, masa depannya, hingga generasi berikut. Jika dibiarkan, akan semakin ramai saja remaja yang terkepung oleh budaya Barat, dan ini menghancam pada kualitas suatu negara.

Mereka yang melakukan seks bebas, adalah mereka yang tidak memikirkan dampak perbuatan dan masa depannya kelak. Jika laki - laki, mereka jadi pribadi yang tidak lagi memikirkan bagaimana menjadi pemimpin keluarga yang baik dan bertanggungjawab. Dan perempuannya tidak lagi memikirkan bagaimana dia bisa mempertahankan kehormatannya.
 

"Hamil, kemudian aborsi, itu adalah dampak yang secara sistematis akan mengubah cara pandang para remaja. Cara berpikir mereka jadi kacau, padahal mereka lah yang akan menerima tongkat estafet kepemimpinan kelak. Mereka akan memiliki keluarga nantinya. Jika sudah tidak punya tujuan membangun keluarga dengan kualitas - kualitas generasi yang berbobot, ini sama dengan penghancuran generasi yang berdampak pada kualitas suatu bangsa," tegas Khoirunnisa

Perilaku seks bebas yang marak itu dipengaruhi oleh budaya liberal. Muncul dan menyebarnya budaya liberal di Tanah Air bukanlah proses yang berlangsung alami, tetapi merupakan hasil dari proses liberalisasi budaya yang dijalankan secara sistematis dan terorganisir. Liberalisasi budaya juga tidak jauh-jauh dari rekayasa Barat.
 

Budaya liberal atau budaya bebas itu bukanlah berasal dari ajaran Islam yang dianut mayoritas penduduk negeri ini. Budaya itu lebih merupakan budaya Barat yang mengusung nilai-nilai liberal yang dimasukkan (baca: dipaksakan) ke tengah-tengah masyarakat negeri ini. Jadi berkembangnya budaya liberal di Tanah Air itu tidak lepas dari konspirasi Barat.
 

Liberalisasi Budaya dan Motif Penjajahan Agenda liberalisasi budaya oleh Barat terhadap negeri Muslim tidak lepas dari motif penjajahan. Dengan liberalisasi budaya itu masyarakat di negeri-negeri Muslim, termasuk masyarakat negeri ini, akan kehilangan identitas lalu memakai baju Barat atau bahkan mengekor identitas Barat tanpa lagi mempertimbangkan halal atau haram.
 

Barat hanya menginginkan masyarakat, khususnya generasi muda, berpenampilan Barat, tetapi kosong dari produktivitas, daya inovasi dan kemajuan sains dan teknologi seperti halnya Barat. Dengan begitu masyarakat negeri ini hanya akan menjadi pengekor Barat. Akhirnya, penjajahan dan penghisapan oleh Barat pun tidak akan dipermasalahkan karena Barat dijadikan panutan. Dengan mengadopsi gaya hidup Barat, masyarakat negeri ini pun akan menjadi pasar besar bagi produk-produk Barat.
 

Konspirasi itu bukan hanya isapan jempol belaka. Namun benar-benar nyata adanya. Secara i’tiqadi, al-Quran telah menginformasikan bahwa orang-orang kafir secara keseluruhan akan terus memerangi umat islam, baik secara fisik maupun pemikiran, agar umat Islam keluar dari Islam (QS 2: 217). Al-Quran juga mengformasikan bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah rela kepada umat ini hingga umat ini mengikuti millah (sistem dan cara hidup) mereka (QS 2: 120).
 

Secara faktual konspirasi liberalisasi budaya itu bisa dirasakan. Konspirasi itu setidaknya dijalankan melalui: Pertama, pada tingkat falsafah dan pemikiran dilakukan dengan menanamkan paham sekularisme, liberalisme dan hedonisme. Sejatinya budaya bebas itu berpangkal dari ketiga paham tersebut. Sekularisme adalah ide dasar yang mengesampingkan peran agama dari pengaturan kehidupan. Sekularisme menuntun manusia untuk menempatkan agama hanya pada ranah individu dan wilayah spiritual saja. Sekularisme itu ‘mengharamkan’ agama ikut andil dalam mengatur kehidupan. Sekularisme mengajaran bahwa manusia bebas mengatur hidupnya tanpa campur tangan Tuhan.
 

Inilah inti dari paham liberalisme, yakni paham yang menanamkan keyakinan bahwa manusia bebas mengelola hidupnya. Paham liberalisme ini mengagungkan kebebasan individu, baik dalam berpendapat, berperilaku, beragama maupun dalam kepemilikan.
 

Adapun paham hedonisme mengajarkan manusia untuk mengejar kenikmatan materi dan jasadi serta melakukan apa saja yang bisa mendatangkan kenikmatan itu, termasuk kesenangan yang lahir dari hubungan seks. Paham ini tercermin dalam slogan fun (kesenangan), food (makanan/pesta) dan fashion (busana). Dengan paham ini manusia didorong untuk mengejar kenikmatan dengan jalan bersenang-senang, termasuk di dalamnya bersenang-senang dengan melakukan seks bebas, berpesta demi mendapatkan kenikmatan dari lezatnya makanan dan bisa merasa senang dengan jalan selalu tampil gaya dan modis. Paham hedonisme itu mengajarkan, agar manusia bisa mendapatkan kenikmatan itu, manusia harus dibebaskan untuk meraih dan mengeskpresikannya serta tidak boleh dikekang.
 

Semua paham itu tidak akan bisa berkembang kecuali dalam sistem demokrasi dan di tengah-tengah masyarakat yang demokratis. Paham-paham itu berjalan seiring dengan proses demokratisasi yang begitu gencar dilancarkan di negeri-negri Muslim, termasuk negeri ini.

Kedua, liberalisasi budaya itu dikemas dalam berbagai program secara internasional yang dikawal oleh PBB dan lembaga-lembaga internasional. PBB mengeluarkan berbagai konvensi dan kesepakatan internasional terkait dengan isu HAM, kesetaraan gender, dan lain-lain, semisal Konvensi tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan (CEDAW), kesepakatan Konferensi Kependudukan (ICPD), MDGs, BPFA dll yang spiritnya sama-sama menuntut kebebasan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan. Kemudian negara-negara Dunia Ketiga (termasuk negeri-negeri Muslim) diharuskan (dipaksa) meratifikasi semua itu. Lahirlah berbagai UU yang melegalkan kebebasan.
 

Program-program itu dikemas dalam berbagai bentuk baik seminar, talkshow, pelatihan, pembentukan buzz group, konsultasi, pendampingan, dsb; menggunakan berbagai sarana; serta melibatkan mulai kalangan birokrat hingga remaja dan kampanye melalui berbagai media massa. Adapun paham hedonisme ditanamkan melalui media massa cetak, radio dan televisi melalui program-program yang lebih bernuansa pesta, musik, fesyen dan hiburan. Dalam semua itu terlihat secara kasatmata bahwa banyak sekali program yang merupakan kopian dari program-program yang sama di Barat.
 

Selamatkan Rakyat dari Liberalilasi Budaya Liberalisasai budaya yang sudah berjalan secara luas itu telah banyak menelan korban; di antaranya puluhan ribu orang terkena HIV/AIDS, jutaan kehamilan diaborsi, jutaan pecandu narkoba, rusaknya keharmonisan jutaan keluarga, ribuan anak-anak terlantar, ekspolitasi perempuan, kejahatan seksual, dan sebagainya.
 

Budaya liberal itu hanyalah buah dari diterapkannya sistem sekular dengan sistem Kapitalismenya yang mengagungkan ide kebebasan (liberalisme). Karena itu, sudah selayaknya umat Islam mencabut ideologi dan sistem sekular seperti saat ini yang telah menumbuhkan budaya liberal dan nyata-nyata menimbulkan banyak persoalan kemanusiaan dan kerusakan atas umat manusia.
 

Sebagai gantinya, sekaligus untuk memperbaiki dan menyelamatkan umat serta mengembalikan menjadi umat luhur, sudah saatnya kita kembali pada tatanan kehidupan yang didasarkan pada syariah Islam. Sebab, hanya Islamlah dengan serangkaian sistemnya yang merupakan satu-satunya solusi bagi seluruh problem dan persoalan hidup manusia. Allah SWT berfirman: “Hukum Jahiliahkah yang mereka kehendaki? Siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS al-Maidah [5]: 50).
 

Hanya sistem Islamlah yang akan mampu memberikan kebaikan dan kehidupan yang membawa kebaikan bagi umat manusia. Allah SWT menegaskan: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul jika Rasul menyeru kalian pada suatu yang memberi kehidupan kepada kalian” (QS al-Anfal [8]: 24)
 

Karena itu, marilah kita segera mematuhi seruan Allah SWT itu sebagaimana firman-Nya: ”Patuhilah seruan Tuhan kalian sebelum datang suatu hari yang tidak dapat ditolak kedatangannya. Kalian tidak memperoleh tempat berlindung pada hari itu dan tidak pula dapat mengingkari (dosa-dosa kalian)” (QS asy-Syura [42]: 47). Wallahu a’lam

{ 2 Comment... Skip ke Box Comments }

Era said...

dont worry bro! if u believe ur religion,although my religion is christian

RnB English Course said...

stuju bnget bro...
valentine is shitt!!!

 

NETWORKEDBLOGS

MITRA LINK

WIDGEO

    blog-jasri.blogspot.com-Google pagerank,alexa rank,Competitor

TUKAR LINK

SAHABAT

al-Ilmu Naafi' © 2012 | Template By Jasriman Sukri