SAAD BIN ABI WAQQASH


Nama asli Sa’ad bin Abi Waqqash adalah Malik bin Uhaib bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Ka’ab bin Luay. Sa’ad mempunyai banyak keistimewaan, di antaranya adalah dialah orang yang pertama-tama melepaskan anak panah dalam membela diin Allah dan juga orang yang pertama terkena anak panah. Dia juga satu-satunya orang yang dijamin Rasulullah saw dengan jaminan kedua orang tua beliau. Rasulullah saw bersabda pada perang Uhud, ”Panahlah wahai Sa’ad, ibu bapakku menjadi jaminan bagimu.”
Sa’ad juga seorang yang sangat mahir berkuda dan menjadi anggota pasukan berkuda pada perang Badar dan perang Uhud. Dia juga mempunyai dua senjata yang sangat handal, yaitu do’a dan panahnya. Do’a Sa’ad dikabulkan Allah dan bidikan panahnya senantiasa tepat. Rasulullah saw pernah bersabda, ”Ya Allah, tepatkan bidikan panahnya dan kabulkanlah do’anya.”
Sa’ad juga seorang yang kaya raya dengan harta yang halal dan menolak harta yang syubhat, makannya dan lisannya terpelihara dengan kesucian. Sa’ad termasuk salah seorang di antara sepuluh orang yang dipersaksikan Rasulullah saw masuk surga. Rasulullah saw pernah bersabda, ”Sekarang akan muncul di hadapan kalian seorang laki-laki penduduk surga.” yang dimaksaud adalah Sa’ad bin Abi Waqqash.
Ketika Abdullah bin ’Amar bin ’Ash bertanya kepadanya tent`ng amal yang dapat mendekatkan direi kepada Allah. Sa’ad menjawab, ”Tak lebih dari amal ibadah yang biasa kita kerjakan, hanya saja saya tidak pernah menaruh dendam atau niat jahat kepada seorangpun di antra kaum muslimin.”
Sa’ad masuk Islam pada usia 17 tahun bersama Abdurahman bin ‘Auf, ‘Utsman bin Affan, Thalhah bin ‘Ubaidillah, dan Zubair bin Awwam, dengan sebab dakwah Abu Bakar ra. Ketika Sa’ad masuk Islam, ibunya mencegah dan menghalang-halangi dengan segala cara, sampai-sampai ibunya melakukan aksi mogok makan dan minum dengan harapan Sa’ad mau kembali kepada kemusyrikan.
Namun Sa’ad tidak terpengaruh akan hal itu. Ia tetap pada pendiriannya di dalam keimanan kepada Allah dan Rasul-nya. Ketika kondisi ibunya semakin kritis akibat mogok makan tersebut, keluarganya membawa sa’ad menyaksikannya untuk terakhir kalinya dengan harapan hatinya melunak jika melihat ibunya sekarat. Tetapi keimanan di hati Sa’ad yang kuat tidak mampu mengubah keaadaannya. Diapun berkata dengan lantang, “Demi Allah, ketahuilah wahai ibunda, seandainya ibu mempunyai seratus nyawa, lalu ia keluar satu persatu, tidaklah aku akan meninggalkan diin ini walau ditebus dengan apapun juga ! Maka terserahlah pada ibu, apakah ibu akan makan atau tidak!” Akhirnya ibunya mundur setelah tidak mampu merubah keyakinan Sa’ad.
Ketika Rasulullah saw memulai dakwah di Mekkah, kaum musyrikin melakukan perlawanan terhadapnya. Berbagai macam penindasan dan penyiksaan dialami oleh kaum muslimin. Tidak terkecuali, Sa’adpun mengalami masa tersebut sebagaimana sahabat lainnya. Di masa Madinah Sa’ad juga mengalami berbagai pertempuran yang dilakukan bersama Nabi saw.
Ketika hendak menyerang Persia, Khalifah Umar bin Al Khaththab hendak memimpin sendiri pertempuran tersebut dengan menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai wakilnya di Madinah. Atas usul Abdurrahman bin’Auf, Umarpun kembali ke Madinah setelah bermusyawarah dengan kaum muslimin, karena sangat disayangkan apabila Umar terbunuh waktu itu, karena Islam sangat membutuhkannya.
Akhirnya Sa’ad bin Abi Waqqash di angkat sebagai gubernur militer di Iraq yang bertugas mengatur pemerintahan dan sebagai panglima perang.  Perang Qadisiyah, dimana pasukan Persia yang terdiri atas 100.000 orang prajurit yang terlatih, dilengkapi dengan persenjataan dan alat pertahanan yang ditakuti dunia saat itu, dipimpin oleh para jenderal yang hebat dan ahli-ahli siasat perang yang cerdik dan licik, sementara Sa’ad memimpin hanya 30.000 ribu prajurit.
Ketika kedua pasukan hampir bertemu, Sa’ad meminta pengarahan dari Khalifah Umar bin Al Khaththab, maka ’Umar memberi pengarahan yang antara lain peringatan bahwa tidak ada hubungan antara keluarga kecuali atas dasar ketaatan kepada Allah dan agar berpegang teguh kepada Rasulullah saw semenjak di utus dan agar mereka tidak gentar menghadapi musuh. Sa’ad menulis surat kepada ’Umar yang menjelaskan posisi pasukannya.
Ketika pasukan Persia yang dipimpin rustum telah menduduki Sabath dengan mengerahkan pasukan gajah dan berkudanya, dan mulai bergerak menuju kaum muslimin dan tak ada pilihan lain kecuali perang, sementara saat itu Sa’ad sedang sakit bisul di sekujur tubuhnya hingga tidak dapat duduk apalagi menaiki kuda dalam pertempuran yang bisa dipastikan akan bersimbah darah.
Tanpa menghiraukan rasa sakit, Sa’ad memimpin prajurit muslimin saat itu sehingga prajurit mslim sanggup menewaskan panglima pasukan musuh dan prajurit-prajurit pilihan mereka dan akhirnya mereka berhasil dihaklau prajurit muslimin hingga sampai Nahawand lalu ke Madain. Preestasi gemilang Sa’ad bin Abi Waqqash terukir....
Dua setengah tahun berlalu dari perang Qadisiyah yang dimenangkan kaum muslimin dibawan komandan Sa’ad bin Abi Waqqash, Sa’ad kembali mengerahkan pasukannya ke Madain untuk membersihkan sisa-sisa tentara Persi. Dengan menyeberangi sungai Tigris yan saat itu sedang banjir dan stategi perang yang sangat hebat, Saat bin AbiWaqqsh berhasil mengalahkan Persia di Madain. Saad di angkat oleh Umar sebagai gubernur wilayah Iraq. Iapun melai pembangunan dan perluasan kota. Kota Kuffah diperluas, dia mengumumkan berlakunya syari’at Islam di wilayah yang luas itu.
Ketiaka terjadi fitnah besar, pada kaum muslimin dengan memberontaknya Muawiyah terhadap kekhalifahan ali bin Abi Thalib ra. Sa’ad tidak hendak mencampurinya, bahkan dia berpesan kepada keluarga dan anak-anaknya untuk tidak menyampaikan suatu berita apapun mengenai hal itu kepadanya.
Ketika anak saudaranya, Hasyim bin Utbah mengatakan kepadanya, “Paman, di sini telah siap seratus ribu bilah pedang, yang menganggap bahwa pamanlah yang lebih berhak mengenai urusan ini.” Sa’adpun menjawab, “Dari seratus ribu bilah pedang itu, yang aku inginkan hanya sebilah pedang yang apabila aku tebaskan kepada seorang mukmin tak akan mempen sedikitpun, tetapi apabila aku tebaskan kepada kaum kafir pastilah putus batang lehernya!”
Tatkala kekhalifahan jatuh ke tangan Muawiyah dan Muawiyah bertanya kepaanya, mengapa dia tidak berperang dipihaknya. Sa’ad menjawab, “Saya tidak hendak memerangi seorang laki-laki –maksudnya Ali bin Abi Thalib- yang mengenai diriya Rasulullah saw bersabda: Engkau di sampingku, tak ubahnya seperti kedudukan Hrun di samping Musa, tetapi tidak ada nabi sesudahku!”
Pada tahun 54 hijriyah pada usia lebih dari 80 tahun Sa’ad bin Abi Waqqash meninggal dunia dengan dikafani sehelai kain tua dan lapuk yang sebelumnya dia katakana, “Telah kuhadapi orang-orang musyrik pada perang Badar dengan kain ini dan ia telah kusimpan sekian lama untuk keperluan seperti nin.” Sa’ad bin Abi Waqqas dimakamkan di makam Baqi’

{ 0 Comment... Skip ke Box Comments }

 

NETWORKEDBLOGS

MITRA LINK

WIDGEO

    blog-jasri.blogspot.com-Google pagerank,alexa rank,Competitor

TUKAR LINK

SAHABAT

al-Ilmu Naafi' © 2012 | Template By Jasriman Sukri