Sebenarnya, sistem poligami sudah meluas dipraktikkan oleh kebanyakan bangsa sebelum kedatangan Islam. Di antara bangsa-bangsa yang menjalankan poligami adalah bangsa Ibrani, Arab Jahiliah, dan Cisilia. Bangsa-bangsa inilah yang kemudian melahirkan sebagian besar penduduk yang menghuni negara-negara Rusia, Lithuania, Estonia, Polandia, Cekoslowakia, dan Yugoslavia. Sebagian dari orang-orang Jerman dan Saxon melahirkan sebagian besar penduduk yang menghuni negara-negara Jerman, Swiss, Belgia, Belanda, Denmark, Swedia, Norwegia, dan Inggris.
Jadi, tidak benar jika dikatakan bahwa Islamlah yang mula-mula membawa sistem poligami. Sebenarnya, hingga sekarang, sistem poligami ini masih tetap tersebar di beberapa bangsa yang tidak beragama Islam, seperti orang-orang Afrika, Hindu India, Cina, dan Jepang. Juga tidak benar jika dikatakan bahwa sistem ini hanya berlaku di kalangan bangsa-bangsa yang beragama Islam. Sebenarnya, agama Kristen tidak melarang poligami sebab di dalam Injil tidak ada satu ayat pun yang dengan tegas melarang hal ini.
Dulu, bangsa Eropa yang pertama memeluk Kristen telah beradat istiadat dengan mengawini satu perempuan saja. Sebelumnya, mereka adalah penyembah berhala. Mereka memeluk Kristen karena pengaruh bangsa Yunani dan Romawi. Mereka mengawini satu perempuan saja karena diwarisi kebiasaan orang Yunani dan Romawi yang melarang poligami.
Setelah mereka memeluk agama Kristen, kebiasaan dan adat nenek moyang mereka ini tetap mereka pertahankan dalam agama baru ini. Jadi, sistem monogami yang mereka jalankan ini bukanlah berasal dari agama Kristen yang mereka anut, melainkan warisan paganisme (agama berhala) dahulu. Dari sinilah, gereja kemudian mengadakan bid'ah dengan menetapkan larangan poligami lalu larangan tersebut dimasukkan sebagai aturan agama, padahal Kitab Injil tidak menerangkan sedikit pun tentang pengharaman sistem ini. Sebenarnya, sistem poligami ini tidaklah dilakukan kecuali oleh bangsa-bangsa yang telah maju kebudayaannya, sedangkan bangsa-bangsa yang masih primitif jarang sekali melakukannya, bahkan bisa dikatakan tidak ada. Hal ini diakui oleh para sarjana sosiologi dan kebudayaan, seperti Westermark, Hobbers, Heler, dan Jean Bourge.
Hendaklah diingat bahwa sistem monogami merupakan sistem yang umum dilakukan oleh bangsa-bangsa yang kebanyakannya masih primitif, yaitu bangsa-bangsa yang hidup dengan mata pencaharian berburu, bertani, yang biasanya bertabiat halus, dan bangsa-bangsa yang sedang berada dalam transisi meninggalkan zaman primitifnya, yang pada zaman modern kini disebut bangsa agraris.
Di samping itu, sistem monogami tidak begitu menonjol pada bangsa-bangsa yang telah mengalami perubahan kebudayaan, yaitu bangsa-bangsa yang telah meninggalkan cara hidup berburu yang primitif menjadi bangsa peternak dan penggembala, dan bangsa-bangsa yang meninggalkan cara hidup memetik hasil tanaman liar menjadi bangsa yang bercocok tanam. Kebanyakan sarjana sosiologi dan kebudayaan berpendapat bahwa sistem poligami pasti akan meluas dan bangsa-bangsa di dunia ini banyak melakukannya bilamana kebudayaan mereka bertambah tinggi. Jadi, tidaklah benar anggapan bahwa poligami berkaitan dengan keterbelakangan kebudayaan. Sebaliknya, poligami seiring dengan kemajuan kebudayaan.
Demikian kedudukan sebenarnya sistem poligami menurut sejarah. Begitu juga sebenarnya pendirian agama Kristen. Begitu juga meluasnya sistem poligami seiring dengan kemajuan kebudayaan manusia. Hal ini kami utarakan bukan untuk mencari dalih untuk membenarkan sistem poligami ini, tetapi untuk menerangkan persoalan sesuai dengan tempatnya dan menjelaskan penyelewengan serta kebohongan sejarah dan fakta yang dikemukakan oleh orang-orang Eropa.
disadur dari buku FIQIH SUNNAH Jld 3. Sayyid Sabiq. Penerbit Pena.
{ 3 Comment... Skip ke Box Comments }
bacaan disini sangat menentramkan hati...
ow begitu ya
ditunggu kedatangannya kembali. trimaksih telah berkunjung
Post a Comment