Sekuntum Mawar Untukmu

Seorang gadis remaja datang menemui ayahnya yang sedang menyendiri. Ia mengadu pada ayahnya tentang masa kecilnya yang dianggapnya tak sebahagia teman-temannya dulu. Memang kehidupan keluarga tersebut sangat sederhana, jauh dari kemewahan dan kemapanan.

“Yah, kenapa selama aku kecil, ayah jarang sekali memberikan hadiah untukku? Bahkan saat aku mendapat juara kelas dan di hari ulang tahunku pun, sebuah hadiah hampir tak pernah aku dapatkan dari ayah, kenapa yah?”, tanya gadis itu kepada ayahnya.

Tajam matanya menerawang jauh ke depan, kemudian ayahnya menjawab,

“Nak memang ayah tak pernah memberi hadiah boneka dan mainan apapun padamu selayaknya teman-temanmu yang lain, tapi sejak kecil hingga kini, telah ayah berikan untukmu hadiah yang sangat berharga dalam hidupmu, sekuntum mawar indah.”

Mengernyit dahi anak gadisnya tanda keheranan, “Hah, sekuntum mawar indah? Kapan? Seingatku ayah tak pernah memberi aku hadiah sekuntum mawar.”

Dengan halus lembut tanda bijaksana, lalu,

“Nak, telah kuberikan sekuntum mawar nan indah untukmu sejak dulu. Yang harumnya mampu melembutkan tutur katamu. Indah kelopaknya mampu membuatmu bijaksana. Duri tajam di tangkainya mampu menjagamu dari tangan – tangan jahat yang hendak mengambilnya dari genggamanmu.”

“Ia selalu mekar mewangi bila malam tiba dan ia kan melayu bila engkau melalaikannya. Harum baunya, indah kelopaknya dan tajam durinya takkan pernah engkau dapatkan di taman-taman bunga mana pun engkau berada.”

“Maksud ayah?”,tanya anak gadisnya penuh heran dengan apa yang barusan didengarnya.

“Harum baunya adalah santun kata yang selalu ia ajarkan untukmu hingga engkaupun menjadi santun dalam bertutur. Indah kelopaknya adalah akhlak mulya yang dicontohkannya padamu hingga engkaupun menjadi bijaksana. Dan duri tajam di tangkainya adalah peringatan keras yang ia tegaskan padamu agar setan tak mengambil celah dari iman di dadamu.”

“Ia selalu mekar mewangi saat malam tiba sebagaimana ia selalu tegak terjaga dalam tahajjudnya di sepertiga malam terakhir. Layunya adalah gundah hatinya tatkala engkau melalaikan dan menyakitinya. Santun kata, indah akhlak dan peringatan kerasnya takkan pernah engkau temukan ditempat lain dimanapun engkau berada. Karena sekuntum mawar indah itu milikmu satu-satunya.”, ujar ayahnya lirih penuh makna.

Sambil menunjuk seorang wanita yang tergeletak lemah di atas dipan bambu tua karena sakit, ia berkata,

“Sekuntum mawar indah itu ibumu.”

Melangkah pelan gadis remaja tersebut dengan mata berkaca-kaca menuju wanita itu sembari berkata,

“Aku sayang ibu…”

{ 0 Comment... Skip ke Box Comments }

 

NETWORKEDBLOGS

MITRA LINK

WIDGEO

    blog-jasri.blogspot.com-Google pagerank,alexa rank,Competitor

TUKAR LINK

SAHABAT

al-Ilmu Naafi' © 2012 | Template By Jasriman Sukri