Namanya Az Zubair bin Al Awwam bin Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab bin Murah bin Ka’ab bin Luay. Nasabnya bertemu Rasulullah saw pada Qushai bin Kilab.Demikian pula ibunya, Shafiah, adalah saudar a bapak Rasulullah saw.
Dia seorang yang berbudi tinggi dan berakhlaq mulia, penunggang kuda yang masyhur, pahlawan yang gagah perkasa dengan pengabdian yang luar biasa. Dia juga seorang hartawan dengan kekayaan yang melimpah, yang semuanya dibelanjakan untuk membela Islam, sehingga pada waktu kematiannya, ia meninggalkan hutang. Iapun sempat berpesan kepada Abdullah, anaknya ”Bila aku tak mampu membayar hutang, minta tolonglah kepada maulana (tuan kita)!” Abdullah bertanya ”Maulana mana yang ayah maksud?” Az Zubair menjawab ”Allah, maulana dan penolong kita yang paling utama.”
Thalhah dan Az Zubair, ibarat dua orang saudara kembar. Hampir setiap disebut nama Thalhah, pastilah disebut juga nama Zubair. Begitu pula setiap disebut nama Zubair, pastilah disebut orang pula Thalhah. Pada waktu Rasulullah saw mempersaudarakan para shahabatnya di Mekkah sebelum Hijrah, beliau telah mempersaudarakan antara Thalhah dengan Zubair. Sudah semenjak lama Nabi saw memperkatakan keduanya secara bersamaan, seperti kata beliau: ”Thalhah dan Zubair adalah tetanggaku di surga.”
Thalhah dan Zubair, keduanya mempunyai banyak persamaan dalam aliran kehidupan. Persamaan itu antara lain sejak pertumbuhannya di masa remaja, kekayaan, kedermawanan, keteguhan dalam beragama dan kegagahan-keberananian. Keduanya termasuk orang-orang angkatan pertama masuk Islam dan tergolong kepada sepuluh orang yang diberi kabar gembira oleh Rasulullah saw masuk surga. Keduanya juga sama termasuk kelompok shahabat, ahli musyawarah yang enam, yang diserahi tugas oleh Umar bin Khatab memilih khalifah sepeninggalnya. Akhir hayatnya juga bersamaan secara sempurna, bahkan satu sama lain tidak berbeda.
Thalhah dan Az Zubair termasuk dalam rombongan pertama yang masuk Islam, dan sebagai perintis yang telah memainkan peranan yang penuh berkat di rumah Al Arqam. Usia Az Zubair waktu itu baru lima belas tahun. Dia adalah seorang penunggang kuda dan pemberani sejak kecilnya. Dia adalah orang yang menghunuskan pedang pertama kali untuk membela Islam.
Pada hari-hari pertama dari Islam, saat itu jumlah kaum muslimin masih sedikit sekali, hingga mereka selalu bersembunyi-sembunyi di rumah Arqam, tiba-tiba pada suatu hari tersebar bahwa Rasul terbunuh. Ketika itu, Az Zubair menghunus pedang dan mengacungkannya, lalu ia berjalan di jalan-jalan kota Mekkah, padahal usianya masih muda belia. Ia pergi meneliti berita tersebut dengan bertekad seandainya berita itu ternyata benar, maka niscaya pedangnya akan menebas leher orang-orang kafir Quraisy sehingga ia mengalahkan mereka, atau mereka menewaskannya.
Di suatu tempat ketinggian kota Mekah, Rasulullah saw menemukannya, lalu bertanya akan maksudnya. Az Zubair menyampaikan berita tersebut. Maka Rasulullah saw memohonkan bahagia dan mendo’akan kebaikan baginya serta keampuhan bagi pedangnya.
Az Zubair adalah seorang bangsawan terpandang dalam kaumnya, namun ia juga menanggung penderitaan akibat penyiksaan orang kafir Quraisy. yang dipimpin pamannya sendiri. Dia pernah disekap di suatu kurungan, kemudian dipenuhi dengan hembusan asap api agar sesak nafasnya, lalu dipanggilnya Az Zubair di bawah tekanan siksaan itu: ”Tolaklah olehmu Tuhan Muhammad itu, nanti kulepaskan kamu dari siksa ini.” Tantangan itu dijawab oleh Zubair dengan pedas dan mengejutkan: ”Tidak, demi Allah, aku tak akan kembali kepada kekafiran untuk selama-lamanya!” Padahal pada waktu itu ia masih sangat belia.
Az Zubair ikut berhijrah ke Habsyi (Ethiopia) dua kali, yang pertama dan yang kedua Setelah kembali dari hijrah kedua, ia menyertai semua peperangan bersama Rasulullah saw. Ia tak pernah ketinggalan dalam beperang atau bertempur. Banyaknya tusukan dan luka-luka yang terdapat pada tubuhnya dan masih berbekas sesudah lukanya itu sembuh membuktikan pula kepahlawanan dan keperkasaannyanya. Salah seorang shahabatnya yang telah kenyaksikan bekas-bekas luka yang terdapat pada segenap bagian tubuhnya, berkata: ”Aku pernah menemani Az Zubair Ibnul ’Awwam pada sebagian perjalanan dan aku melihat tubuhnya, maka aku saksikan banyak sekali bekas luka goresan pedang, sedang di dadanya terdapat seperti mata air yang dalam, menunjukkan bekas tusukan lembing dan anak panah. maka kukatakan kepadanya: ”Demi Allah, telah kusaksikan sendiri pada tubuhmu apa yang belum pernah kulihat pada orang lain sedikitpun!” Mendengar itu Zubair menjawab: ”Demi Allah, semua luka-luka itu kudapat bersama Rasulullah saw pada peperangan di jalan Allah!”
Ketika perang Uhud selesai dan pasukan Quraisy berbalik kembali ke Mekkah, ia diutus Rasulullah saw bersama Abu Bakar untuk mengikuti gerakan tentara Quraisy dan menghalau mereka, hingga mereka menganggap kaum Muslimin masih punya kekuatan, dan tidak terpikir lagi untuk kembali lagi ke Madinah guna memulai peperangan yang baru. Saat itu Abu Bakar dan Zubair memimpin tujuh puluh orang Muslimin.
Sekalipun mereka sebenarnya sedang mengikuti suatu pasukan yang menang perang, namun kecerdikan dan muslihat perang yang dipergunakan oleh Ash Shiddiq, membuat orang Quraisy menyangka bahwa mereka salah menilai kekuatan kaum Muslimin, dan membuat mereka salah berfikir, bahwa pasukan perintis yang dipimpin oleh Az Zubair dan Ash Shiddiq dan tampak kuat, dan tampak sebagai pasukan pendahulu dari bala tentara Rasulullah saw yang menyusul di belakang, dan akan tampil menghalau mereka dengan kekuatan dahsyat. Karena itu mereka bergegas mempercepat perjalanannya dan bersegera pulang ke Mekkah.
Pada Pertempuran Yarmuk, Az Zubair merupakan seorang prajurit yang memimpin langsung suatu pasukan. Sewaktu ia melihat sebagian besar anak buah yang dipimpinnya merasa gentar mengahadapi bala tentara Romawi yang jumlahnya berlipat ganda bergerak maju, ia meneriakkan: ”Allahu Akbar” dan maju membelah pasukan musuh yang mendekat. Seorang diri ia menyerang dengan mengayunkan pedangnya, kemudian ia kembali ke tengah-tengah barisan musuh yang dahsyat itu dengan pedang ditangan kanannya.
Az Zubair ra sangat merindukan syahid. Bahkan ia pernah berkata: ”Thalhah bin Ubaidillah memberi nama anak-anaknya dengan nama Nabi-nabi padahal sudah sama diketahui bahwa tak ada nabi lagi sesudah nama Muhammad saw, maka aku menemai anak-anakku dengan nama para syuhada, semoga mereka berjuang mengikuti syuhada”.
Di antara anaknya diberi nama Abdullah, sebagaimana Abdullah bin Jahsy yang telah mati syahid, al Munzir sebagaimana Al Mundzir bin Amar yang telah syahid, Urwah sebagaimana Urwah bin Amar, Hamzah sebagaimana Hamzah bin Abdul Muthalib yang telah syahid, Ja’far sebagaimana Ja’far bin Abu Thalib yang telah syahid, mush’ab sebagaimana Mush’ab bin Umair yang telah mati syahid, dan juga Khalid sebagaimana Khalid bin Sa’id yang juga telah mati syahid.
Az Zubair telah menjalani kehidupannya dengan sempurna dengan senantiasa berperang di jalan Allah. Dia menyaksikan perang Uhud, dan menyaksikan pula pamannya, Hamzah terbunuh serta mayatnya dicincang oleh orang kafir Quraisy.
Dalam perang melawan Yahudi Bani Quraidhah, Az Zubair berdiri di depan benteng musuh yang kuat dengan mengatakan: ”Demi Allah, biar kami rasakan sendiri apa yang dirasakan Hamzah, atau kalau tidak akan kami tundukkan benteng mereka!” Kemudian Az Zubair dan Ali bin Abi Thalib terjun ke benteng musuh dan berhasil menebarkan rasa takut pihak musuh, sampai akhirnya musuh membukakan pintu-pintu benteng tersebut.
Dalam perang Hunain, Az Zubair menyerbu pasukan Hawazin yang dipimpin Malik bin Auf seorang diri dan berhasil memporak-porandakan kesatuan mereka. Rasulullah saw pun memuji kepadanya: ”Setiap nabi mempunyai pembela dan pembelaku adalah Az Zubair bin Awwam.”
Dalam perang Jamal, Az Zubair dan juga Thalhah berada dipihak Aisyah, penentang Ali bin Abi Thalib, sehingga akhirnya keduanya menyadari kebenaran ada dipihak Ali dan keduanya pun berlepas diri dari peperangan. Maka seorang pembunuh yang curang berhasil membunuhnya pada waktu dia shalat. Pembunuh tersebut menghadap kepada Ali bin Abi Thalib dengan senang hati sambil membawa pedang Az Zubair yang dirampasnya.
Namun Ali mengusir pembunuh tersebut dengan berkata: ”Sampaikan berita kepada pembunuh putera Ibu Shafiyah itu, bahwa untuknya telah disediakan api neraka.” Ali pun mencium pedang Az Zubair sambil menangis dan berkata: ”Demi Allah, pedang ini sudah banyak berjasa, dipergunakan oleh pemiliknya untuk melindungi Rasulullah dari marabahaya.” Ali mengatakan pula: ”Selamat dan bahagia bagi Az Zubair dalam kematian sesudah mencapai kejayaan hidupnya.”
{ 0 Comment... Skip ke Box Comments }
Post a Comment